Dibalik
gemerlapnya kota, gedung menjulang tinggi dimana-mana, banyak sekali masalah
yang harus dibenahi pemerintah daerah DKI Jakarta. Sebagian atau mungkin semua
waga Jakarta mengeluh tentang masalah kemacetan, banjir dimana-mana, kesehatan ataupun
masalah kemiskinan. Masalah yang saya ambil kali ini tentang kemacetan di
Jakarta.
Kemacetan seolah-olah telah menjadi tradisi warga kota
Jakarta dan kota lainnya di sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Depok dan
Tanggerang. Setiap pagi ribuan warga berbondong-bondong ke Jakarta untuk pergi
mengais rejeki, begitu pula bila sore hari, waktunya untuk pulang ke rumah
setelah bekerja seharian, kemacetan tidak dapat dihindari. Bagi daerah-daerah
yang berbatasan langsung dengan Jakarta lebih parah lagi, pagi siang sore
malam, kemacetan menjadi rutinitas sehari-hari.
Pemerintah daerah tidak mampu menaggulangi
masalah terbesar ini. Padahal berbagai cara telah di lakukan pemerintah daerah,
seperti membuat angkutan massal yang bebas dari kemacetan, bus Transjakarta.
Bus Transjakarta diharapkan untuk dapat mengatasi kemacetan, para pengguna
kendaraan pribadi baik motor ataupun mobil diharapkan memakai jasa anggkutan
ini. Bayangkan bila pengguna mobil pribadi yang biasanya untuk satu orang untuk
satu mobil menggunakan bus Transjakarta, berapa puluh bahkan berapa ratus mobil
dan motor akan berkurang di jalan Ibukota. Itulah harapan atau tujuan
pemerintah kota, tapi kenyataannya? Hanya beberapa warga ibukota yang paham
akan maksud ini. Selain itu fasilitas yang dibuat untuk bus Transjakarta masih
kurang memadai, apalagi untuk warga di luar kota sekitar Jakarta. Contoh di
daerah Bekasi, halte terdekat di Bekasi Barat ada di terminal Pulogadung yang
jauh dari perbatasan Bekasi Barat – Jakarta. Mau tidak mau untuk ke terminal
Pulogadung harus naik kendaraan pribadi maupun angkutan umum(angkot), macet
lagi di perbatasan Jakarta. Seharusnya halte dan jalur bus Transjakarta tidak
hanya menjangkau daerah Ibukota saja, tetapi daerah-daerah di sekitarnya juga
terdapat halte dan jalur Transjakarta. Karena sebagian besar pekerja kota
Jakarta, bertempat tinggal di kota di sekitar Ibukota. Tidak hanya itu, jalur
yang seharusnya di khususkan untuk bus Transjakarta, seringkali disalah gunakan
untuk jalur kendaraan pribadi. Hal tersebut dikarenakan jalur yang dibuat untuk
Transjakarta diambil dari jalan umum, sehingga jalan umum semakin menyempit.
Jalan umum menyempit, kendaraan pribadi dan angkutan umum (selain Transjakarta)
makin banyak, jalur Transjakarta dipakai pengguna kendaraan pribadi sehingga
pengguna bus Transjakarta pun yang seharusnya bebas dari kemacetan, juga
mengalami kemacetan, kemacetan makin parah.
Intinya dengan adanya bus Transjakarta masalah kemacetan tidak dapat
diselesaikan. Dengan ini pemerintah kota gagal untuk menyelesaikan masalah
kemacetan kota.
Selain bus Transjakata, angkutan
massal yang gagal dibuat pemerintah daerah adalah monorail, kereta dengan rel
tunggal diatas jembatan. Tapi sampai sekarang proyek tersebut tidak
terselesaikan. Hanya sisa konstruksi yang ada, cakar ayam yang dibuat mengambil
jalan umum dan tidak terselesaikan, menambah kemacetan di Ibukota. Jalan tol
yang dibuat untuk kelancaran para pengguna kendaraan roda empat atau lebih pun
ikut dilanda kemacetan. Kendaraan massal lainnya untuk mengurangi kemacetan
adalah kereta listrik. Mungkin hanya ini, kendaraan massal yang cukup membantu
masalah kemacetan. Karena tidak ada kemacetan di rel kereta api, dengan
ruangan/gerbong ber AC, harga terjangkau, maka cukup diminati oleh masyarakat
di sekitar Jabodetabek. Masalahnya, pencopet yang berkeliaran sukar untuk
ditangkap aparat. Selain itu untuk kereta ekonomi, banyak penumpang gelap yang
tidak memiliki tiket duduk diatas gerbong kereta, taruhannya nyawa, menatang
maut, padahal harga tiket untuk kelas ekonomi non-AC hanya seribu lima ratus
rupiah. Tapi sebagian orang memilih untuk menukar uang seribu lima ratus rupiah
dengan nyawanya, harga yang tidak pantas untuk ditukar dengan nyawa. Pemerintah
daerah Jakarta sudah membuat alat yang akan menyemprotkan cairan berwarna di
atas gerbong kereta ketika kereta lewat.
Tujuannya agar para penumpang gelap kapok duduk di atas gerbong kereta. Tetapi
oleh para penumpang gelap diatas gerbong kereta, dilempari batu sehingga alat
tersebut rusak. Miris. Apakah ini tanda kebobrokan masyarakat Indonesia? Diatur
supaya tertib, melawan.
Kesadaran pengguna kendaraan juga
diperlukan untuk mengatasi kemacetan. Para pengguna motor, yang sebagian besar
tidak mematuhi rambu-rambu yang ada, menyerobot lampu merah agar cepat sampai
ke tempat tujuan, tapi kenyataannya malah membuat kemacetan, jalur kendaraan
jadi tidak beraturan. Sungguh terlalu. Lain lagi dengan para pengguna mobil
pribadi, yang sebagian besar mengendarai satu mobil yang isinya hanya satu
orang. Bayangkan para pengguna mobi pribadi tersebut, ke kantor dengan
menggunakan bus, satu bus dengan isi empat puluh orang, satu bus dapat
mengurangi empat puluh mobil pribadi di jalan Ibukota. Kalau tidak, sepertinya
jalur 3 in 1 harus digunakan di seluruh daerah Jakarta setiap hari, setiap
jamnya, tidak hanya di sepanjang jalan M.H Thamrin, Jend. Sudirman, S Parman, Gatot
Subroto, MT Haryono, Harmoni, Jakarta Kota,
Casablanca dan Kuningan, itupun hanya jam 07.00 - 09.00 dan jam 16.30 - 18.30.
Harus seluruh Jakarta menggunakan jalur 3 in 1. Paling tidak kalau kemacetan
tidak dapat diatasi, peraturan jalur 3 in 1 di seluruh jalan di Jakarta dapat
banyak membuka lapangan pekerjaan baru, joki 3 in 1.
Atau
mungkin peraturan di daerah Jakarta diterapkan seperti di negara maju Jepang.
Untuk mengurangi kemacetan dikarenakan kendaraan pribadi, kendaraan pribadi
diberi pajak yang tinggi sehingga hanya orang yang benar-benar ‘berduit’ saja
yang mempunyai kendaraan pribadi. Selain pajaknya yang tinggi, biaya parkir
juga dinaikkan, jadi dapat menekan jumlah kendaraan pribadi. Kendaraan umum
sebaliknya, diberi harga yang murah untuk ongkosnya, bahkan untuk para lansia
dan orang sakit, diberi gratis. Dan lihatlah, pemerintah Jepang berhasil, para
warganya kebanyakan bekerja dengan menggunakan kendaraan umum, entah itu kereta
maupun bus. Bukan hanya dari pemerintah memberikan aturan yang ketat sehingga
dapat tercapai suatu keuntungan(terbebas dari kemacetan), tetapi juga dari
warganya yang menganggap peraturan dibuat untuk ditaati, bukan dilanggar. Apakah
mungkin di Indonesia terutama di Jakarta dapat diberlakukan seperti itu? Mungkin
saja, bila ada kesepakatan antaran pengguna kendaraan pribadi dengan pemerintah
kota, terutama masalah pajak. Dengan pajak yang tidak begitu mahal saja banyak
orang di Indonesia yang tidak membayar pajak kendaraannya.
Tidak
hanya pengguna kendaraan pribadi saja yang harus membenahi diri, kendaraan umum
pun seperti bus, mikrolet, angkot, metromini, bajaj dan yang lainnya juga harus
di beri sangsi yang jelas bila melanggar peraturan. Sering kali para supir
angkutan umum dengan seenaknya menaikkan dan menurunkan penumpang tidak pada
tempat yang ditentukan, halte. Halte kurang banyak, itu yang mungin menjadi
alasan para supir angkutan umum. Hal tesebut tidak dapat dipungkiri, memang
halte di Jakarta kurang banyak, hanya di pusat kota saja yang sedikit lebih
banyak. Sehingga para supir angkutan umum lebih suka menurunkan penumpang
semaunya, lebih fleksibel, tinggal bilang ‘bang, kiri bang’, supir angkutan
umum dengan santainya banting stir ke kiri jalan, kadang tanpa lampu sein, sehingga
kendaraan di belakangnya rem mendadak, untung kalau tidak terjadi kecelakaan. Mungkin
pemerintah bisa membuat halte-halte yang diperlukan, sehingga tidak ada lagi
supir angkutan umum yang berpikiran seperti itu. Dan jangan lupa, yang
melanggar dikenakan sangsi yang berat. Belum lagi para supir yang menunggu
penumpang seenaknya, berlama-lama berhenti di perempatan jalan yang membuat
macet panjang, supir yang ugal-ugalan dalam membawa kendaraannya, seolah-olah
raja jalanan, truk-truk besar dan kontainer pengangkut peti kemas yang banyak
menggunakan jalan(makan jalan) sedangkan jalan yang disediakan kecil.
Sepertinya pemerintah harus mengatur penggunaan jalan untuk truk-truk besar dan
kontainer . Seperti, pengunaan jalan untuk truk besar dan kontainer pada malam
hari, mulai pukul 21.00 sampai pukul 05.00.